Selasa, 29 Januari 2013

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Manajerial

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Manajerial

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Manajerial”. Makalah ini juga di buat berdasarkan tugas dari mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.

Saya mengucapkan terima kasih kepada teman- teman, sumber-sumber serta semua pihak  yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Saya ucapkan terima kasih juga kepada Bapak dosen Ilmu Budaya Dasar, yaitu Bapak Heri Suprapto karena telah memberikan saya kesempatan untuk membuat makalah ini.
Karena keterbatasan waktu, tenaga dan kemampuan, saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan para pembaca dapat memaklumi setiap kekurangan dalam makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita.Terima kasih.


Depok,29 Januari 2013




Penulis







BAB I

LATAR BELAKANG

Peran manajer dalam organisasi sangat menentukan efektivitas organisasi. Efektif di sini artinya manajer menjalankan pekerjaan yang benar, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai efektivitas organisasi, kegiatan/ fungsi manajer mengarah pada perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Seberapa jauh organisasi mencapai tujuan tergantung pada kinerja manajernya, artinya bagaimana ia menjalankan kegiatan/ fungsinya.
Menurut Kotter dan Hesket (1997) mengatakan bahwa ketika anggota organisasi merasa tidak perlu ada perubahan, maka seorang manajer dengan visi yang jelas dan gaya komunikasi yang baik dapat menciptakan kebutuhan akan perubahan untuk kemajuan perusahaan. Barney (dalam Javidan 1998) menyebutkan salah satu sumber daya organisasi adalah budaya dan reputasi.
Kotter dan Hesket (1997) menemukan bahwa perusahaan dengan budaya yang mementingkan pelanggan, pemegang saham dan karyawan berkinerja lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut.
Mengingat pentingnya kinerja manajerial dalam mencapai tujuan organisasi dan terbatasnya penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja manajerial, maka saya membuat makalah ini.


RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja manajer
Dimensi apa saja yang ada dalam budaya organisasi


TUJUAN
Untuk menambah wawasan khususnya yang berkaitan dengan budaya organisasi.
Untuk mengetahui sejauh mana peran budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja manajer.
Untuk mengetahui bagaimana cara organisasi dalam mengelola budaya organisasi agar tujuan perusahaan tercapai.











BAB II

KINERJA MANAJERIAL

Manajer bekerja melalui orang lain. Istilah “orang” di sini bukan saja bawahan dan supervisor, tetapi juga manajer lain dalam organisasi yang bersangkutan. Pengertian “orang” juga mencakup individu-individu di luar organisasi, seperti: pelanggan, pemasok, dan sebagainya. Orang-orang ini dan yang lainnya menyediakan barang dan jasa bagi organisasi atau menggunakan produk atau jasa yang di hasilkan organisasi. Dengan demikian para manajer bekerja dengan siapa saja pada setiap tingkat baik didalam maupun di luar organisasi yang dapat membantunya dalam mencapai tujuan organisasi.
Tujuan para manajer dalam setiap organisasi ialah menciptakan perilaku yang dikoordinasikan sehingga organisasi tersebut dinilai efektif oleh mereka yang mengevaluasi hasilnya. Untuk mencapai efektivitas organisasi, fungsi manajer diarahkan pada kegiatan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Perencanaan memungkinkan manajer menetapkan prosedur terbaik untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Pengorganisasian merupakan kegiatan merancang dan mengembangkan organisasi agar dapat menjalankan apa yang telah direncanakan.
Seberapa jauh sebuah organisasi mencapai tujuan, tergantung pada kinerja manajer dalam organisasi tersebut, artinya bagaimana dia menjalankan kegiatan/ fungsinya. Namun untuk mencapai kinerja yang baik kemampuan seorang manajer semata-mata tidaklah cukup. Diperlukan sumber daya organisasi yang lain agar kinerja seorang manajer menjadi baik yang pada giliranya akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kinerja manajerial dipengaruhi oleh sumber daya organisasi termasuk juga pengaruh budaya organisasi.


BUDAYA ORGANISASI
Budaya (culture) telah didefinisikan dengan berbagai cara dan masih sedikit kesepakatan mengenai definisi yang tepat (Pratt dan Beaulieu, 1992). Budaya merupakan sekumpulan nilai-nilai, kepercayaan dan norma yang dirasakan bersama (Umiker, 1999). Budaya selalu merupakan suatu perwujudan bersama, karena budaya setidak-tidaknya dirasakan sebagian orang yang hidup atau tinggal pada lingkungan social yang sama, dimana budaya dipelajari, yang membedakanya dengan orang di luar lingkunganya (Hofstede, 1997).
Manifestasi budaya dibagi dalam empat kategori (Hofstede 1990;1997) yaitu, symbols, heroes, rituals, danvalue. Symbols adalah kata-kata, isyarat, gambar, atau benda yang membawa arti khusus dalam budaya. Heroes adalah orang-orang baik yang hidup atau telah meninggal, nyata atau imajiner, mempunyai karakteristik yang bernilai tinggi dalam budaya dan sekaligus diperlakukan sebagai panutan dalam berperilaku. Rituals adalah kegiatan bersama yang secara teknis berebih-lebihan namun secara sosial penting dalam budaya.Symbols, heroes dan rituals digolongkan dalam istilah practices, karena ketiganya kelihatan oleh pengamat/ pihak luar meskipun arti budayanya terletak acara anggota mempersepsikanya. Inti dari budaya dibentuk oleh values. Values adalah perasaan yang memiliki sisi positif dan negatif, yang terdiri dari baik dan jahat, cantik dan buruk, normal dan abnormal, paradox dan logis rasional dan irasional (perasaan-perasaan dibawah sadar dan jarang didiskusikan), mereka tidak dapat diamati namun diwujudkan dalam sikap perilaku.


DEFINISI BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi (sub unit organisasi) yang diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku dalam organisasi (Pratt dan Beaulieu, 1992. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar (digali, ditemukan atau dibangun suatu kelompok sebagai pembelajaran untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi). Eksternal dan Integrasi internal yang telah bekerja dengan baik untuk dianggap bernilai, oleh karena itu diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yag benar untuk mempersepsikan, memikirkan dan merasakanya dalam hubunganya dengan masalah tersebut.
Selain itu Kotter dan Hesket (1997) mengatakan bahwa budaya organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan mereka terhadap perubahan. Pada tingkatan yang lebih dan kurang dalam terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok-kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu meskipun anggota kelompok telah berubah. Pada tingkatan yang lebih terliha, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu organisasi sehingga karyawan baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya (norma perilaku kelompok).
Melalui uraian di atas, terlihat walaupun terdapat berbagai definisi budaya organisasi namun terlihat terdapat pengakuan akan pentingnya norma bersama dan nilai-nilai yang membimbing perilaku anggota organisasi.
Budaya organisasi memiliki beberapa karekteristik (Luthan, 1998) seperti dibawah ini:
a. Observed behavioral regulities, ketika anggota organisasi berinteraksi dengan yang lainnya, mereka menggunakan bahasa yang umum, terminology dan ritual yang berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak.
b. Norms, pedoman perilaku termasuk petunjuk bagaimana pekerjaan dilakukan.
c. Dominant values, terdapat nilai-nilai utama yang dianjurkan organisasi dan diharapkan dirasakan bersama para anggota. Misalnya kualitas produk, tingkat kehadiran (low absenteeism)dan efisiensi.
d. Phisolopy, terdapat kebijakan yang mengatur keyakinan organisasi tentang bagaimana pegawai atau pelanggan diperlakukan.
e. Rules, terdapat petunjuk ketat/teliti yang berhubungan dengan kelangsungan keanggotaan organisasi.
f. Organizational climate, ini merupakan keseluruhan perasaan yang dibawa dengan kesiapan jasmani, cara anggota organisasi berinteraksi dan berperilaku diantara mereka dan dengan pelanggan atau pihak luar lainnya.

DIMENSI BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi meresap dalam kehidupan organisasi dan selanjutnya mempengaruhi setiap aspek kehidupan organisasi (Saffold, 1988). Oleh karena itu, budaya organisasi berpengaruh sangat besar pada aspek-aspek fundamental dari kinerja organisasi (Gardner, 1999). Jika budaya organisasi merupakan aspek penting dalam meningkatkan kinerja maka budaya organisasi harus dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola dengan baik diperlukan pengertian yang jelas dan perhatian terhadap budaya organisasi.
Menurut Denison (2000) untuk menggunakan budaya organisasi sebagai kunci pengungkit perubahan organisasi dalam meningkatkan kinerja terdapat tiga pendekatan: Pertama membuat manajer sadar akan bukti-bukti yang menghubungkan budaya dan kinerja; Kedua membantu mereka mengerti pengaruh yang kuat, baik positif maupun negatife dari budaya; dan Ketiga, mendiskusikan budaya menggunakan bahasa yang dapat dimengerti manajer dan cepat dihubungkan dengan perilaku mereka sendiri.
Denison (1990;2000) mengembangkan model budaya organisasi yang berakar pada penelitian tentang bagaimana budaya mempengaruhi kinerja organisasi, dan di fokuskan pada sifat-sifat budaya yang mempunyai pengaruh kunci pada kinerja bisnis. Model budaya organisasi tersebut didasarkan pada empat sifat budaya yaitu: involvement (keterlibatan),consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas), danmission (misi). Keempat dimensi budaya organisasi ini telah terbukti mempengaruhi kinerja organisasi sehingga diduga mempengaruhi kinerja manajerial juga.
Pemilihan modal budaya Denison dalam penelitian karena dirasa lebih sesuai dengan kebutuhan praktis. Menurut Denison (1990) model budaya organisasi dengan keempat dimensinya mencerminkan pandangan akademik dan konsultan dan biasanya melibatkan kolaborasi yang erat dengan manajer dan organisasinya.
Berikut ini diuraikan empat dimensi budaya organisasi menurut Denison:
Keterlibatan. Organisasi yang efektif memberdayakan orang-orangnya, membangun organisasi dalam tim, dan mengembangkan kemampuan SDM pada semua level. Anggota-anggota organisasi mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya dan merasa mempunyai sedikit andil dalam organisasi. Orang-orang pada semua tingkatan merasa bahwa mereka sedikitnya mempunyai input terhadap keputusan-keputusan yang berakibat pada pekerjaanya dan merasa pekerjaanya berhubungan langsung dengan tujuan organisasi. Indicator keterlibatan adalah pemberdayaan, orientasi tim, dan pengembangan kemampuan.
Keterlibatan dalam hubungan antara budaya dan efektivitas bukanlah hal baru karena telah banyak literatur perilaku organisasi yang membahasnya. Gagasan pokoknya adalah efektivitas organisasi merupakan fungsi dari tingkat keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi. Konsep ini mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi menciptakan kesadaran akan kepemilikan (sense of ownership) dan tanggung jawab. Dari kesadaran ini timbul komitmen yang lebih besar pada organisasi dan kebutuhan yang lebih sedikit akan sistem kontrol yang ketat.
Dimensi keterlibatan yang membuat nilai-nilai orientasi tim, meningkatkan pemberdayaan anggota dan pengembangan kemampuan telah terbukti berpengaruh terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan termasuk juga kinerja para manajer tentunya. Budaya organisasi yang membuat dimensi keterlibatan memampukan manajer melaksanakan tugasnya dengan baik.
Hipotesis: Terdapat pengaruhpositif yang signifikan antara dimensi keterlibatan dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
Konsistensi. Penelitian menunjukan efektivitas organisasi terjadi karena organisasi tersebut konsistensi dan terintegrasi secara baik. Sikap perilaku seseorang berakar pada sekumpulan nilai-nilai inti bersama, para pemimpin, dan anggota dilatih pada pencapaian kesepakatan (walaupun mereka mempunyai perbedaan sudut pandang). Organisasi dengan sifat-sifat seperti ini mempunyai budaya yang khusus dan kuat yang secara signifikan mempengaruhi sikap perilaku anggota pada kemampuan mereka dalam mencapai kesepakatan dan melakukan tindakan-tindakan terkoordinasi.
Indikator konsistensi adalah nilai-nilai inti, kesepakatan, koordinasi, dan integrasi. Dalam konteks organisasi koordinasi dan integrasi antar unit / divisi sering merupakan hal yang sulit untuk dilaksanakan. Masing-masing unit sering merasa tidak peduli dengan yang lain dalam arti lebih mementingkan kebutuhan unitnya masing-masing tanpa memperhatikan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
Hipotesis: Terdapat pengaruh postif yang signifikan antara dimensi konsistensi dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
Adaptabilitas. Organisasi yang telah terinterasi dengan baik sering sangat sulit untuk dirubah. Integrasi kedalam dan adaptasi keluar dapat menjadi rintangan. Organisasi yang dapat beradaptasi digerakkan oleh pelangganya, mengambil resiko dan belajar dari kesalahanya, dan mempunyai kemampuan serta pengalaman untuk menciptakan perubahan. Mereka terus-menerus meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai yang berharga bagi pelangganya. Organisasi yang memiliki ciri tersebut dikatakan sebagai organisasi yang memiliki adaptabilitas karena indikator adaptabilitas adalah kemampuan menciptakan perubahan, fokus pada pelanggan, kemampuan organisasi untuk belajar.
Budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan diasosiasikan dengan kinerja yang superior dalam periode waktu yang panjang. Budaya yang demikian disebut budaya adatif yang membantu perusahaan beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah dengan memungkinkanya mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. Para anggota percaya bahwa mereka dapat menata secara efektif masalah baru dan peluang yang mereka temui serta siap menanggung resiko.
Buday yang tidak adaptif biasanya sangat birokratis. Orang-orangnya reaktif, menolak resiko dan sangat tidak kreatif. Budaya, baik adaptif maupun tidak adaptif sangat mempengaruhi manajer dalam melaksanakan tugas-tugas manajerial. Ternyata masalah kunci organisasi terletak pada ketidakmampuan organisasi melakukan adaptasi.
Dalam budaya adaptif manajer sangat peduli pada pelanggan, pemegang saham dan karyawan. Mereka sangat menghormati orang dan proses yang dapat menciptakan perubahan yang bermanfaat bahkan memprakarsai perubahan bila dibutuhkan walaupun menuntut pengambilan resiko.
Hipotesis: terdapat pengaruh positif yang signifikan antara dimensi adaptabilitas dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
Misi. Mungkin sifat budaya yang paling penting adalah misi. Organisasi yang berhasil mempunyai arah dan tujuan yang jelas didefinisikan dalam tujuan organisasi dan sasaran strategis dan tercermin dalam visi tentang akan bagaimana organisasi dimasa depan. Jika visi menggambarkan aspirasi organisasi dan akan menjadi seperti apa, maka misi menggambarkan organisasi dalam melakukan usaha, melayani pelanggan dan keahlian yang perlu dikembangkan untuk mencapai visi organisasi. Indikator misi adalah arah dan intensi strategis, tujuan dan sasaran, visi.
Perusahaan yang dapat hidup dan berkembang adalah perusahaan yang memiliki misi yang memuat hubungan yang seimbang antara para stakeholder dari perusahaan: (1) Investor dan stockholder (2) pemasok/supplier (3) manajer dan pegawai (4) masyarakat dan pemerintah (5) pelanggan.
Adanya tujuan dan sasaran organisasi yang berasal dari misi memberi arah pada manajer dalam membuat strategi yang tepat untuk mencapainya. Langkah yang dilakukan seorang manajer dapat berupa mengkomunikasikan tujuan dan sasaran organisasi, menciptakan perasaan bersama akan tugas yang harus dikerjakan untuk mencapainya. Apabila komunikasi telah berhasil dengan baik, maka anggota organisasi mempunyai kejelasan arah dan tujuan. Ada bukti yang meyakinkan bahwa kesuksesan kemungkinan besar terjadi ketika indvidu mempunyai tujuan terarah.
Hipotesis: Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara dimensi misi dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial
Dimana dimensi-dimensi budaya organisasi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas dan misi merupakan variabel independen, sedangkan kinerja manajerial merupakan variabel independen.


BAB III
KESIMPULAN

Kemampuan manajerial sangat di pengaruhi oleh budaya organisasi. Dengan berpedoman pada budaya organisasi, para manajer akan dapat mengatur suatu organisasi dengan baik. Manajer bekerja dengan siapa saja pada setiap tingkat baik didalam maupun di luar organisasi yang dapat membantunya dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan para manajer dalam setiap organisasi ialah menciptakan perilaku yang dikoordinasikan sehingga organisasi tersebut dinilai efektif oleh mereka yang mengevaluasi hasilnya.

Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi (sub unit organisasi) yang diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku dalam organisasi (Pratt dan Beaulieu, 1992. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar (digali, ditemukan atau dibangun suatu kelompok sebagai pembelajaran untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi).

PENUTUP


Demikian isi dari makalah ini. saya tahu makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya sumber. Maka saya mengharapkan pembaca dapat memaklumi kekurangan dalam makalah ini.
Saya mengaharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian. Semoga untuk penulisan makalah selanjutnya akan lebih baik dari makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan saya sendiri tentunya.


Budaya Suku Jawa

Budaya Suku Jawa

Suku Jawa adalah suku terbesar di Indonesia. Hampir lima puluh persen penduduk Indonesia adalah suku Jawa, tersebar dimanapun di seluruh Indonesia. Kemanapun anda pergi ke pelosok penjuru negeri ini, anda akan menemukan suku-suku Jawa yang mendiami suatu kawasan meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Jumlahnya tersebar merata di seluruh pelosok Indonesia. Keramahtamahan khas suku Jawa membuat kesan yang cukup mendalam bagi para wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Hal ini menjadikan budaya Jawa menjadi ikon budaya bangsa Indonesia yang dikenal oleh dunia. Kebudayaan nasional Indonesia lahir salah satunya dari budaya Jawa. Cara untuk memahami kebudayaan nasioanal Indonesia adalah dengan mengenal lebih dekat karakter dan sikap khas masyarakat Jawa.
Pengetahuan tentang karakter dan budaya suatu suku bangsa akan memudahkan kita berinteraksi dengan suku bangsa tersebut, selain meningkatkan pengetahuan anda dalam budaya dan adat istiadat. Melestarikan budaya salah satunya adalah dengan cara mempelajarinya. Budaya sangat penting bagi sebuah bangsa. Budaya bisa menjadi simbol yang menjadi pengenal atau identitas sebuah bangsa. Suku Jawa yang memiliki andil sebagai ikon keramahan Indonesia di mata internasional, maka orang di seluruh dunia mengenal Indonesia sebagai bangsa yang ramah, tidak hanya suku Jawa saja yang ramah. Demikian juga budaya suku bangsa lain di Indonesia yang ikut menyumbang sebagai ikon pengenal di mata internasional.

Karakter dan tradisi suku Jawa

Ada beberapa karakter suku Jawa yang bisa anda pelajari untuk mengenalnya lebih dekat, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Suku Jawa identik sekali dengan sikap sopan, segan dan menyembunyikan perasaan. Menjaga etika berbicara secara konten, bahasa maupun obyek yang diajak bicara, dimana bahasa Jawa adalah bahasa berstrata yang memiliki berbagai tingkatan disesuaikan dengan siapa yang diajak bicara.
  2. Suku Jawa pada umumnya menyembunyikan perasaan. Hal ini seringkali dilakukan dengan menampik keinginan hati demi sebuah etika dan sopan santun. Misalnya adalah saat bertamu dan diberi suguhan hidangan, karakter utama orang Jawa adalah menunggu untuk dipersilahan sebelum mencicipi.
  3. Jika anda berteman dengan orang Jawa, jangan tersinggung jika anda menyajikan makanan dan hanya dicicipi sedikit. Hal ini merupakan bagian dari naluri kesukuan yang melekat pada diri teman anda.
  4. Suku Jawa sangan menjunjung tinggi masalah etika, secara sikap maupun cara berbicara. Seorang yang lebih muda hendaknya menggunakan bahasa yang halus dan terkesan lebih sopan dan menjaga sikap terhadap orang yang lebih tua darinya.
Suku Jawa sendiri terdiri dari banyak kelompok yang tergantung dari lokasi dimana mereka tinggal. Secara khusus, masing-masing kelompok suku Jawa memiliki budaya yang lebih khas lagi, entah itu budaya lisan (dialek, cerita rakyat, legenda) maupun budaya yang berupa adat istiadat, kebiasaan, makanan dan lain sebagainya. Anda bisa mengetahui semua itu dengan berkeliling pula Jawa, dari ujung barat ke timur, utamanya bagian tengah dan timur.

http://ridwanaz.com/umum/seni-budaya/budaya-jawa-ikon-bangsa-indonesia/

Budaya “NGARET” di Indonesia


Budaya “NGARET” di Indonesia
Bangsa kita adalah bangsa yang mempunyai beraneka ragam budaya.Ya. Budaya kesenian tradisional banyak sekali berasal dari berbagai suku di negara kita. Tapi, ada sebuah budaya yang tidak berasal dari suku apa-apa, yang berasal dari diri kita sendiri yaitu: budaya terlambat atau yang biasa kita sebut “NGARET”. Budaya itu seperti sudah mendarah daging di dalam diri kita dan juga sudah menjadi kebiasaan kita.
Penyebab diri kita ”NGARET” itu ada berbagai macam alasan seperti :
  1. Macet
  2. Lokasi rumah yang jauh dari tempat yang dituju
  3. Ada perbaikan jalan
  4. Hujan dan banjir
  5. Ada masalah darurat
  6. Ada pejabat lewat
  7. Bangun kesiangan akibat dari begadang
  8. Terjadi tabrakan di jalan yang kita lewati
  9. Kendaraan umum/ pribadi yang kita naiki mengalami mogok/ rusak
10. Ada pohon tumbang                                                                                                     11…….Silahkan isi sendiri.Hehe…
Apa saja yang dapat mencegah kita dari hobi “ngaret” kita :
1. Menghargai diri sendiri dan orang lain
2. Sadar akan rentang waktu dan dapat memanajemen waktu dengan baik
3. Mempunyai rencana cadangan
4. Mempunyai keingintahuan penyebab diri kita selama ini sering terlambat
5. Mengerti skala prioritas
6. Mempunyai kemauan diri sendiri untuk tidak terlambat lagi.
Waktu itu berharga. Seberapa berharga waktu bagi seseorang, bergantung dari bagaimana seseorang menghargai kehidupan.
 http://id.omg.yahoo.com/blogs/maylaffayza/bangsa-berbudaya-dan-budaya-ngaret-004753712.html

Minggu, 27 Januari 2013

Budaya Politik di Indonesia


Budaya Politik di Indonesia

Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.

  • Hirarki yang Tegar/Ketat
Hirarki merupakan budaya politik yang ada pada masyarakat jawa dan sebagian masyarakat lain di Indonesia. Ini tampak dari adanya pemilahan antara penguasa(wong gedhe) dengan rakyat biasa (wong cilik). Alam pikiran dan tata cara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal- usul kelas masing- masing. Penguasa dapat menggunakan kata- kata “kasar” kepada rakyat kecil. Sebaliknya, rakyat kecil harus menggunakan kata- kata halus kepada penguasa.
  • Kecendrungan Patronage
Pola Patronage merupakan salah satu budaya politik yg menonjol di Indonesia. Dan polanya bersifat individual. Budaya politik ini biasanya tampak di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih untuk mencari dukungan dari atas daripada mencari dukungan dari basisnya.
  • Kecendrungan Neo-patrimoniaalistik
Budaya politik yang bersifat neo- patrimonisalistik merupakan salah satu budaya politik di Indonesia yang memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti birokasi, tetapi perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.
 Ciri-ciri birokrasi modern:
·         Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
·         Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas
·         Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
·         Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan.

Jumat, 25 Januari 2013

Pergaulan Bebas di Kalangan Pelajar


Pergaulan Bebas di Kalangan Pelajar
Penyebutan kata pelajar adalah memiliki makna seorang anak yang sedang menempuh studi pendidikan. Biasanya penyebutan pelajar ini identik dengan usia sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah (SMP-SMA). Namun, kini makna pelajar semakin menurun, bahkan cenderung jauh dari yang seharusnya. Sekarang semakin banyak pergaulan bebas di kalangan pelajar.Bagaimana tidak, kemodernan zaman sudah sangat menggerus moral dan sikap pelajar kita sekarang ini. Memang hal ini tidak terpancar dari semuanya, namun yang sedikit ini menjadi carut marut dunia pendidikan dan mencoreng nama baik sekolah itu sendiri.
Saat ini pergaulan bebas melebar luas dimana saja, dan umumnya bagi para kaum remaja. Usia anak remaja adalah usia yang sangat mudah terpengaruh oleh apa saja atau usia puber, dan sifatnya juga masih sangat labil dimana pada saat-saat itulah remaja merasa dirinya paling benar. Oleh sebab itu remajalah yang paling banyak korban dari pergaulan bebas.
Saat ini kita ketahui banyak remaja melakukan pergaulan bebas, seperti seks di luar nikah, mengkonsumsi barang-barang terlarang, hiburan malam, dan pergaulan lain. Bisa kita lihat anak-anak remajalah yang menjadi korban dalam pergaulan bebas tersebut, dan tidak menutup kemungkinan banyak anak-anak remaja yang sekolahnya putus, karena mereka merasa lebih penting pergaulan bebas dari pada sekolah.Padahal mereka tidak menyadari betapa pentingnya sekolah untuk masa depan mereka, sementara pergaulan bebas hanya membuahkan penyesalan dikemudian hari bahkan seumur hidup menghantui perasaan nya .

Faktor-faktor penyebab terjadinya pergaulan bebas adalah: rasa gengsi, rasa keingintahuan, korban dari pertengkaran keluarga (broken home), hidup sendiri, dll.
Hal tersebut akan menimbulkan sikap-sikap yang tidak punya santun kepada siapa saja, bahkan kepada orang tua mereka. Betapa kecewanya orang tua melihat anaknya seperti itu. Hal tersebut akan merugikan diri sendiri karena kemudian hari mereka akan sadar dengan sikap-sikap mereka.
Akan tetapi remaja juga bisa tidak terkena pergaulan tersebut apabila para remaja mengambil kesibukan seperti, sibuk dengan les sekolah, sibuk dengan sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, mengikuti acara- acara  keagamaan, ikut kegiatan sosial dalam masyarakat, dan lain-lain sehingga tidak ada waktu untuk bermain. Karena apabila sedikit melangkah salah maka akan menjadi korban karena pergaulan bebas ada dimana-mana.






Minggu, 20 Januari 2013

Premanisme: ‘Budaya Alami’ atau ‘Bencana Abadi’?

Premanisme: ‘Budaya Alami’ atau ‘Bencana Abadi’?
Pendahuluan
Globalisasi sekarang ini memiliki berbagai dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat luas baik dampak negatif maupun dampak positif. Dampak – dampak tersebut dirasakan secara langsung oleh masyarakat dalam setiap sendi kehidupan. Berbagai macam dampak negatif maupun positif dari perkembangan globalisasi yang semakin pesat menyebabkan setiap aspek kehidupan masyarakat terkena imbasnya. Aspek sosial, ekonomi, agama dan budaya setiap lapisan masyarakat secara tidak langsung terkena dampak dari globalisasi.
Seiring dengan perkembangan dan pembangunan yang demikian cepat sebagai dampak dari globalisasi, munculah fenomena premanisme sebagai salah satu dampak negatif yang terjadi secara tidak langsung dari perkembangan globalisasi. Premanisme semakin berkembang secara cepat khususnya di daerah perkotaan yang memiliki arus perkembangan dan pembangunan yang semakin pesat. Premanisme merupakan suatu tindakan kejahatan yang meresahkan keamanan masyarakat serta menganggu ketertiban umum dan memberikan pengaruh yang negatif bagi kesejahteraan dan perekonomian masyarakat. Terdapat beberapa faktor penyebab munculnya tindakan anarkis ataupun premanisme di negara ini antara lain, faktor mendasar yaitu penerapan ideologi sekularisme kapitalis, faktor kedua adalah ekonomi yang memiliki pengaruh besar dalam terbentuknya aksi premanisme,  faktor ketiga karena penegakan hukum yang lemah, dan faktor keempat lemahnya sistem hukum yang tidak dapat memberikan efek jera bagi pelaku tindakan premanisme.
Perilaku premanisme di kota – kota yang memiliki perkembangan arus globalisasi yang sangat pesat dapat dikatakan sangat tinggi. Meningkatnya angka kriminalitas di kota – kota besar dengan arus globalisasi yang tinggi menyebabkan perilaku premanisme semakin marak. Dengan bermunculnya kelompok – kelompok preman, sangat jelas telah menebar ancaman ketakutan dan keresahan di kalangan masyaraktat. Karena dalam aksinya mereka tidak segan – segan berlaku sadis sampai dengan  tega membantai korban tanpa rasa kemanusiaan. Dan hal ini sangat jelas – jelas merupakan tantangan bagi pemerintah yang secepatnya harus diselesaikan, khususnya aparat penegak hukum untuk dapat memulihkan keamanan dan ketentraman yang udah semakin langka dirasakan oleh masyarakat. Akan tetapi, dalam kenyataannya para penegak hukum ini dalam melaksanakan tugasnya, disinyalir hanya setengah hati bahkan terkesan membiarkan. Tidak salah bila kemudian muncul anggapan bahwa aparat penegak hukum sengaja membiarkan bahkan memelihara, karena para aparat penegak hukum mendapat ‘setoran’ dari kelompok  kelompok preman terebut.
Dalam menjalankan  aksi, premanisme cenderung dilakukan secara keroyokan dalam suatu kelompok, bahkan premanisme yang dilakukan dalam suatu kelompok dapat dilakukan secara rapi dan terorganisir dibandingkan aksi perseorangan yang sering dilakukan secara dadakan. Lahan aksi bagi para pelaku premanisme tidak hanya terbatas di perempatan jalan atau di pasar dan terminal, melainkan sudah merambah ke seluruh aspek kehidupan termasuk pemerintah.
Fenomena yang terjadi saat ini, kelompok – kelompok preman yang terorganisir sudah ‘dilegalisasikan’ keberadaannya oleh pemerintah dalam bentuk organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan dan sering dimanfaatkan ‘jasa’ nya oleh para pengusaha, artis, politikus hanya untuk memudahkan mereka dalam pencapaian karir dan dijadikan sebagai tameng, sebagai body guard (pengawal pribadi) atau sebagai debt collector (tukang tagih) bahkan sebagai pembunuh bayaran.
Sejak zaman pemerintahan orde baru, premanisme menjadi suatu hal yang banyak  dibicarakan dan dikaitkan dengan kekerasan sosial. Premanisme yang berkembang sekarang ini tidak hanya dilakukan oleh seseorang atau segelintir orang saja, akan tetapi premanisme saat ini telah dilakukan dalam suatu kelompok maupun organisasi yang sistematis. Ironisnya, bentuk premanisme yang dilakukan dalam kelompok atau organisasi tidak hanya dilakukan di kalangan  masyarakat, tetapi juga dilakukan dalam lingkungan organisasi pemerintah ataupun swasta. Premanisme di zaman pemerintahan orde baru ketika peristiwa 1998 membuktikan bahwa premanisme sudah ada dan menjadi alat bagi pemerintahan sendiri. Didalam pemerintahan sendiri hingga saat ini sangat sulit untuk menuntaskan permasalahan ini. Karena dalam tubuh pemerintahan sendiri telah dirasuki oleh gaya – gaya premanisme. Bagaimana tidak, praktik korupsi, manipulasi, suap hingga sikap arogan merupakan bagian yang sangat melekat dari keseharian mereka.
Ketidakseimbangan sosial dan ekonomi yang semakin besar menjadi salah satu alasan utama mengapa di negara kita ini menjadi lahan yang subur bagi tumbuh berkembangya premanism. Ketidak – mampuan pemerintah dalam menciptakan stabilitas ekonomi dan mengurangi kesenjangan sosial juga mengakibatkan timbulnya rasa pesimis masyarakat yang memandang skeptis bahkan apatis terhadap penyelesaian masalah premanisme. Rasa ketidakpercayaan masyarakat juga muncul akibat sendi – sendi pemerintahan yang sudah dianggap biasa terdapat aksi premanisme dalam menjalankan kegiatan kesehariannya.
Berdasarkan pemaparan diatas, telah dijelaskan beberapa penyebab premanisme dan dampak – dampak dari semakin maraknya perilaku premanisme. Pertanyaan yang mengusik hati sanubari kita sebagai masyarakat adalah ‘Sampai kapan premanisme ini akan terus dibiarkan ?’. Tentunya apabila tidak dilakukan upaya pemberantasan premanisme secara sadar oleh seluruh lapisan masyarakat dan aparat hukum maka premanisme akan menjadi semakin berbahaya dan menguasai setiap sendi kehidupan.  Premanisme yang marak di Ibukota dan beberapa kota besar lainnya telah menjadi sesuatu yang wajar dan dianggap biasa. Dari kalangan masyarakat kecil dan warga sipil, hingga tingkat organisasi swasta maupun instansi pemerintah terdapat perilaku – perilaku premanisme dalam aktivitas keseharian ketika menjalankan peranan tugasnya. Premanisme yang telah mengakar dari tatanan lapisan masyarakat terendah hingga tertinggi seakan telah menjadi warisan turun temurun yang tertanam dalam darah – daging individu – individu. Sehingga tidak heran apabila premanisme dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai ‘Budaya yang Alami’ dan sebagian lagi mengganggap sebagai ‘Bencana yang Abadi’.
Pengertian Premanisme
Premanisme (berasal bahasa Belanda vrijman = orang bebas, merdeka dan isme = aliran) adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok/seseorang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.
Preman termasuk kata benda yang mempunyai banyak arti, menurut pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia :
1. sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, pemeras, dsb)
2. partikelir, swasta
3. bukan tentara; sipil (ttg orang, pakaian, dsb)
4. kepunyaan sendiri (ttg kendaraan dsb); orang preman , orang sipil, bukan militer; mobil preman , mobil pribadi (bukan mobil dinas); pakaian preman , bukan pakaian seragam militer.
Menurut Tamrin Amal Tamagola, seseorang sosiolog berpendapat, preman dalam beberapa macam jenis dalam artikelnya di Kompas edisi 1 Maret 2012 :
1. Preman politik, hukum dan keamanan: aktivitas mereka legal dalam berbagai lembaga negara, jaksa, hakim, pengacara, berseragam coklat berekening gendut, dan politisi di parlemen serta di kantor DPP Parpol
2. Preman Sosial: orang berjubah, berseragam jawara, dipersatukan dalam ormas, kelahirannya dibidani preman politik dan keamanan
3. Preman Ekonomi: terdiri dari pemuda pemudi putus sekolah dan penganggur dari seluruh Indonesia yang tidak kebagian kue pembangunan sejak era Orde Baru. Modal mereka adalah nyali dan kekuatan fisik.
Fenomena preman di Indonesia mulai berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Preman sangat identik dengan dunia kriminal dan  kekerasan karena memang kegiatan preman tidak lepas dari kedua hal tersebut.
Contoh:
· Preman di terminal bus yang memungut pungutan liar dari sopir-sopir, yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap keselamatan sopir dan kendaraannya yang melewati terminal.
· Preman di pasar yang memungut pungutan liar dari lapak-lapak kakilima, yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap dirusaknya lapak yang bersangkutan.
Selain itu, sering terjadi perkelahian antar preman karena memperebutkan wilayah garapan yang beberapa di antaranya menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Berdasarkan macam tingkatannya, premanisme dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Premanisme tingkat profesional.
Premanisme yang dilakukan dengan cara terorganisisr dan berlindung dibawah organisasi masyarakat atau partai politik dan difasilitasi dengan dana yang memadai. premanisme jenis ini biasanya sangat sulit diberantas, karena mendapat perlindungan dari kelompok yang mempunyai hubungan politik dengan sebagain oknum pejabat pemerintah. Premanisme dalam tingkat ini bercirikan ‘berseragam’ dan tidak seperti preman – preman jalanan. Preman dalam tingkat profesional ini umumnya disewa dan dibayar oleh sebuah lembaga atau instansi tertentu untuk merampas sesuatu yang berharga dari masyarakat dengan politik tipu daya.
2. Premanisme tingkat amatir.
Premanisme yang terdiri dari beberapa orang atau bergabung dalam sebuah kelompok yang memeras atau meminta ‘setoran’ kepada para pedagang, supir, pembeli dan masyarakat kecil di tempat – tempat umum seperti stasiun, pasar, dan terminal.
3. Premanisme tingkat bulu atau kelas teri.
Premanisme tingkat ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang kehilangan pekerjaannya akibat PHK atau yang tidak memiliki pekerjaan, yang disebut pengangguran. Para pelaku premanisme tingkat ini, umumnya melakukan tindak premanisme hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya.
Preman di Indonesia makin lama makin sukar diberantas karena ekonomi yang semakin memburuk dan kolusi antar preman dan petugas keamanan setempat dengan mekanisme berbagi setoran.
Dampak Dari Tindakan Kriminal dan Kekerasan. Setiap perbuatan pasti memiliki dampak dari perbuatannya. Termasuk juga dalam tindakan kriminal dan kekerasan yang pasti akan berdampak negatif  seperti :
1. Merugikan pihak lain baik material maupun non material
2. Merugikan masyarakat secara keseluruhan
3. Merugikan Negara
4. Menggangu stabilitas keamanan masyarakat
5. Mengakibatkan trauma kepada para korban
Dengan kata lain dampak dari fenomena tindakan kriminal dan kekerasan ini adalah mengakibatkan keresahaan dimasyarakat dan peran penegak hukum seperti polisi akan sangat diandalkan untuk menangulanginya, namun peran masyarakat juga akan sangat membantu para polisi dalam menangulangi seperti memberikan informasi dan pengamanan lingkungan sekitarnya dengan melakukan siskamling (sistem keamanan lingkungan) yang terintregasi dengan tokoh masyarakat dan polisi.
KESIMPULAN
Baik perilaku premanisme maupun preman (yang melakukan tindakan premanisme) perlu mendapatkan perhatian khusus oleh semua lapisan masyarakat dan aparat hukum karena dampak – dampak dari premanisme sangat meresahkan masyarakat dan tidak dapat ditolerir. Premanisme dikatakan sebagai suatu dampak negatif yang ditimbulkan akibat dari globalisasi dan penataan kehidupan yang tidak seimbang di berbagai aspek. Dampak nyata yang dirasakan masyarakat sekarang bahwa premanisme itu tidak  pernah  membawa manfaat bagi kehidupan terutama pertumbuhan atau kemajuan suatu daerah tertentu. Premanisme yang semakin marak di beberapa tempat, di Indonesia khususnya ibukota Jakarta, hanya menimbulkan berbagai permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Premanisme yang semakin marak di ibukota ini, tidak hanya dilakukan secara individual oleh para pelaku tetapi juga dilakukan secara berkelompok dengan tatanan yang rapi dan sistematis dengan pembagian ‘jatah penghasilan’ yang telah ditentukan. Premanisme yang dilakukan berkelompok sekarang ini semakin marak dari waktu ke waktu, bahkan telah menjalar ke organisasi – organisasi swasta swasta maupun pemerintah yang berkedok pelayanan publik.
Salah satu solusinya adalah pemberantasan premanisme dengan adanya kesadaran dan kerjasama dari semua pihak yaitu masyarakat umum dan aparat pemerintah untuk meminimalisir dampak negatif yang muncul dari premanisme dan mengurangi munculnya preman – preman dan perilaku premanisme. Selain itu, pemerintah yang memiliki peranan sebagai penata dan penyeimbang kehidupan masyarakatnya dan bertanggung jawab terhadap kehidupan masyarakatnya di setiap aspek kehidupan haruslah memperhatikan masyarakatnya di setiap tatanan sosial masyarakat. Meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengurangi jurang – jurang pemisah tatanan sosial dalam masyarakat merupakan langkah yang harus diambil pemerintah dalam meminimalisir masalah premanisme ini.

Isu Seputar Etika Komputer

Isu Seputar Etika Komputer
Lahirnya etika komputer sebagai sebuah disiplin ilmu baru dalam bidang teknologi tidak dapat dipisahkan dari permasalahan-permasalahan seputar penggunaan komputer yang meliputi kejahatan komputer, netiket, e-commerce, pelanggaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelekstual) dan tanggung jawab profesi.
Kejahatan Komputer
Kejahatan komputer atau computer crime adalah kejahatan yang ditimbulkan karena penggunaan komputer secara ilegal. Kejahatan komputer terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi komputer saat ini. Beberapa jenis kejahatan komputer meliputi Denial of Services (melumpuhkan layanan sebuah sistem komputer), penyebaran virusspamcarding (pencurian melalui internet) dan lain-lain.
Netiket
Internet merupakan aspek penting dalam perkembangan teknologi komputer. Internet merupakan sebuah jaringan yang menghubungkan komputer di dunia sehingga komputer dapat mengakses satu sama lain. Internet menjadi peluang baru dalam perkembangan bisnispendidikankesehatan, layanan pemerintah dan bidang-bidang lainnya. Melalui internet, interaksi manusia dapat dilakukan tanpa harus bertatap muka. Tingginya tingkat pemakaian internet di dunia melahirkan sebuah aturan baru di bidang internet yaitu netiket. Netiket merupakan sebuah etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet. Standar netiket ditetapkan oleh IETF (The Internet Engineering Task Force), sebuah komunitas internasional yang terdiri dari operator, perancang jaringan dan peneliti yang terkait dengan pengoperasian internet.
E-commerce
Berkembangnya penggunaan internet di dunia berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan perdagangan negara. Melalui internet, transaksi perdagangan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Akan tetapi, perdagangan melalui internet atau yang lebih dikenal dengan e-commerce ini menghasilkan permasalahan baru seperti perlindungan konsumen, permasalahan kontrak transaksi, masalah pajak dan kasus-kasus pemalsuan tanda tangan digital. Untuk menangani permasalahan tersebut, para penjual dan pembeli menggunakan Uncitral Model Law on Electronic Commerce 1996 sebagai acuan dalam melakukan transaksi lewat internet.
Pelanggaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)
Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh internet menyebabkan terjadinya pelanggaran HAKI seperti pembajakan program komputer, penjualan program ilegal dan pengunduhan ilegal.



Tanggung Jawab Profesi
Berkembangnya teknologi komputer telah membuka lapangan kerja baru seperti programmer, teknisi mesin komputer, desainer grafisdan lain-lain. Para pekerja memiliki interaksi yang sangat tinggi dengan komputer sehingga diperlukan pemahaman mendalam mengenai etika komputer dan tanggung jawab profesi yang berhak.
Etika Komputer di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara pengguna komputer terbesar di dunia sehingga penerapan etika komputer dalam masyarakat sangat dibutuhkan. Indonesia menggunakan dasar pemikiran yang sama dengan negara-negara lain sesuai dengan sejarah etika komputer yang ada. Pengenalan teknologi komputer menjadi kurikulum wajib di sekolah-sekolah, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA sederajat). Pelajar, mahasiswa dan karyawan dituntut untuk bisa mengoperasikan program-program komputer dasar seperti Microsoft Office. Tingginya penggunaan komputer di Indonesia memicu pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan internet. Survei Business Software Alliance (BSA) tahun 2001 menempatkan Indonesia di urutan ketiga sebagai negara dengan kasus pembajakan terbesar di dunia setelah Vietnam dan China. Besarnya tingkat pembajakan di Indonesia membuat pemerintah Republik Indonesia semakin gencar menindak pelaku kejahatan komputer berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 (penyempurnaan dari UUHC No. 6 Tahun 1982 dan UUHC No. 12 Tahun 1997). Upaya ini dilakukan oleh pemerintah RI untuk melindungi hasil karya orang lain dan menegakkan etika dalam penggunaan komputer di Indonesia.http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_komputer